Kaum perempuan memiliki peran yang multidimensional, di satu sisi
kaum perempuan terletak perannya disektor publik bersama kaum laki-laki di
garda depan dalam mencurahkan perhatiannya demi pembangunan keluarga,
masyarakat, bangsa dan bumi pertiwi. Dan di sisi lain yaitu pada sektor
domestik mereka adalah penyalur dan Pembina kehidupan yang keberadaannya
berpengaruh besar sebagai modal dasar dari segala bentuk hubungan manusiawi,
dalam hal melahirkan dan membentuk generasi baru yang lebih berkualitas.
Sekarang ini banyak pembicaraan tentang perempuan atau lebih
dikenal dengan istilah feminisme, hal ini didorong oleh keprihatinan terhadap
realitas kecilnya peran perempuan dalam kehidupan sosial-ekonomi, apalagi
politik yang dibandingkan dengan peran laki-laki.peran-peran publik didominasi
oleh laki-laki sedangkan perempuan lebih banyak memainkan peran domestik, baik
sebagai istri maupun ibu rumah tangga. Tentu dalam kasus-kasus individual
tertentu tetap ada pengecualian, seperti Cory Aquino yang pernah menjadi
presiden Philipina, Margaret Tatcher mantan perdana menteri Inggris, atau dalam
lingkungan dunia islam, Benazir Butho dari Pakistan, Begum Khalida Zia dari
Bangladesh dan Tensu Ciller dari Turki pernah menduduki jabatan perdana menteri
di Negara masing-masing. Dan
di Indonesia sendiri seperti Siti Walidah yang merupakan tokoh Aisiyah, Raden
Ajeng Kartini yang merupakan tokoh pahlawan nasional, Megawati Soekarno Putri
yang pernah menjadi Presiden RI, Sri Mulyani dan lain sebagainya. Dominasi
laki-laki dalam peran publik dan domestikasi perempuan bukanlah hal yang baru,
tetapi sudah berlangsung sepanjang perjalanan sejarah peradaban umat manusia.
Paran dan kedudukan perempuan sangat dipengaruhi oleh pandangan
masyarakat terhadap perempuan yang terbagi atas tiga fase yaitu fase
menghinakan, fase mendewakan dan fase menyamaratakan. Pada fase meghinakan
perempuan dianggap seperti hewan bahkan lebih rendah. Perempuan dianggap
menjijikkan, hina dan diperjualbelikan di took, pasar-pasar dan warung-warung
(perempuan dianggap pelayan laki-laki). Pada fase mendewakan, perempuan
dipuja-puja, dimuliakan tetapi untuk memuaskan hawa nafsu berahi kaum
laki-laki. Dan pada fase menyemaratakan, perempuan diberi kebebasan
seluas-luasnya tanpa terikat pada batasan, baik norma adat maupun agama,
sehingga perempuan harus memiliki hak dan peran yang sama dengan laki-laki
dalam segala bidang kehidupan.
Oleh sebab itu
perlu diketahui bahwa di satu sisi perempuan dan laki-laki itu mempunyai peran
yang sama dan di sisi lain laki-laki dan perempuan itu mempunya peran yang
berbeda dan tidak bisa ganggu gugat. Konsep seks itu beda dengan konsep gender.
Seks (jenis kelamin) merupakan penyifatan atau pembagian dua jenis
kelamin manusia yag ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin
tertentu. Bahwa laki-laki itu memiliki penis, jakala (kala menjing) dan
memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim
dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina. alat-alat
tersebut secara biologis melekat pada perempuan dan laki-laki selamanya,
artinya secara biologis alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat
biologis yang melekat pada laki-laki dan perempuan. Secara permanen tidak
berubah dan merupakan ketentuan biologis atau lebih sering dikatakan sebagai
ketentuan tuhan atau kodrat.
Akan tetapi kanyataan sekarang ini banyak perempuan maupun laki-laki yang
melakukan operasi jenis kelamin padahal secara alami (kodrat) hal itu
merupakan sesuatu yang sudah melekat pada laki-laki dan perempuan dan tidak
bisa dipertukarkan, kebanyakan dari mereka itu hanya karena tidak nyaman,
merasa tidak adil dengan lawan jenisnya bahkan hanya untuk mencari sensasi saja
dan tidak mensyukuri atas pemberian Allah. Dalam hal ini konsep seks
(secara kodrati) tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun.
Sedangkan
konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun
perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural sepanjang sejarah
kehidupan manusia. Bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik ,
emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan
dan perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat –sifat yang dapat
dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut dan keibuan,
sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri
dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari suatu tempat ke
tempat yang lain. Jadi yang menyangkut fungsi, peran dan hak dan kewajiban
laki-laki dan perempuan itu disebut dengan konsep gender.
Sehingga apabila ada permpuan yang menjadi pemimpin Negara maupun laki-laki itu
memasak, bersih-bersih rumah dan lain sebagainya begitu juga sebaliknya itu
tidak menjadi masalah selama tidak menyalahi kodrat dan
tanggungjawabnya. Karena belajar, bekerja, politik itu merupakan hak seorang
perempuan.
Islam memandang
perempuan sebagai makhluk mulia dan terhormat, yang memiliki hak dan kewajiban.
Dalam islam haram hukumnya menganiaya dan memperbudak perempuan. Islam adalah
agama pertama yang menempatkan perempuan sebagai makhluk yang tidak berbeda
dengan laki-laki dalam hakikat kemanusiaannya. Meskipun begitu, dalam hal
beberapa prinsip terdapat perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Perbedaan
ini bukan untuk merendahkan satu sama lain, melainkan untuk saling melengkapi.
Sebab Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan mereka saling berpasangan
(QS. Yasin:36)
Perempuan dan laki-laki mempunyai kedudukan yang sama antara lain
bahwa keduanya merupakan makhluk Allah yang diciptakan dalam bentuk yang
sempurna , manusia baik laki-laki maupun perempuan memiliki potensi menjadi
khalifah Allah dengan tugas memakmurkan bumi (khalifah fil ardl) seperti
yang telah dijelaskan dalam QS. Al Baqarah: 30. Kesamaan lain antara lain dalam
menerima beban taklif (melaksanakan hukum) dan balasannya kelak di
akhirat. Dalam QS. Al Mu’minun: 40 menyebutkan bahwa siapa saja laki-laki dan
perempuan yang beriman mengerjakan amal shaleh, maka akan memperoleh surga.
Seruan Allah kepada keduanya sebagai
hambaAllah juga sama. Dalam ajaran islam melarang untuk menyakiti dan
mengganggu orang beriman baik laki-laki maupun perempuan, dan mengancam
pelanggarnya dengan siksa yang pedih. Hal ini disebutkan dalam QS. Al Buruj:
10.
Sejak kedatangannya di dunia ini, islam tidak pernah
mendiskriditkan atau mendisposisikan kaum perempuan. Sebaliknya islam snagta
menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kaum perempuan. Islam
telah memposisikan perempuan ditempat yang terhormat baik di keluarga,
masyarakat maupun Negara. Di
lingkungan keluarga perempuan sebagai ibu, istri sekligus pengurus rumah
tangga. Di lingkungan masyarakat perempuan merupakan anggota yang tidak dapat
dikesampingkan karena dia merupakan pencetak dan pembentuk generasi. Kalau
dalam Muhammadiyah, Aisiyah mempunyai peran yang sangat penting untuk membentuk
generasi selanjutnya begitu juga dengan Nasyi’atul Aisiyah, kalau di IPM
IPMawati dan IMM IMMawati. Sedangkan dilingkungan Negara, perempuan merupakan
tiang Negara, yang apabila rapuh maka Negara tidak akan dapat berdiri tegak.
Maka dari itu jika perempuan itu baik maka baiklah seluruh anggota
keluarganya. Bila keluarganya baik maka baik pula masyarakatnya. Dan kalau masyaraktnya baik maka negarapun
akan baik. Perempuan diciptakan dengan segala kekuranagn dan kelebihannya. Ia
memiliki sifat yang lembut, penuh kasih sayang, perasa, telaten, ulet, sabar
dan lain-lain yang kesemuanya itu merupakan modal untuk mendidik putra putrinya
agar dapat menjadi generasi yang tangguh dikemudian hari, begitu juga seorang
laki-laki. Tidak hanya itu perempuan juga dituntut untuk berpendidikan tinggi
untuk menyiapkan generasi penerus yang diharapkan dapat menjadi lebih baik dari
generasi sebelumnya, yang kelak akan menentukan nasib Negara ini. selain itu
juga diharapkan mempunyai wawasan yang luas, pintar dan menjunjung tinggi nilai
etika-etika pergaulan dalam masyarakat.
Untuk itu perempuan khusunya immawati harus memiliki kepribadian
yang kuat dan tangguh, berakhlaq mulia dan mempunyai kepedulian di segala hal.
Karena saat ini banyak orang pintar tapi tidak peduli, banyak orang berilmu
tapi tidak berkahlaq, banyak pula orang kaya tapi tidak dermawan. Seperti
semboyan IMM, IMMawati itu harus anggun dalam moral dan unggul dalam
intelektual.